Home ยป UOB Gateway to Asean 2023: Peluang Dan Tantangan Pertumbuhan Ekonomi
ASEAN Berita Ekonomi

UOB Gateway to Asean 2023: Peluang Dan Tantangan Pertumbuhan Ekonomi

Konferensi tahunan United Overseas Bank (UOB), Gateway to ASEAN 2023 yang digelar di Hotel Raffles, Jakarta, Rabu (11/10), menjadi momentum untuk membahas peluang dan tantangan pertumbuhan ekonomi ASEAN di masa depan.

Konferensi yang mengusung tema ‘ASEAN Forging Ahead’ ini mempertemukan para pemimpin bisnis, pemerintah dan mitra dagang, serta pakar dari berbagai bidang untuk mengeksplorasi peluang pertumbuhan dan investasi bagi perusahaan yang melakukan bisnis antar/dan di dalam ASEAN.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang hadir memberikan opening speech mengungkapkan bahwa wilayah ASEAN telah mencapai sejumlah pencapaian positif. Negara-negara anggotanya pun berhasil memperlihatkan ketahanan meskipun menghadapi kondisi eksternal yang tidak mudah.

Hal ini disebabkan oleh dua kunci utama yang membuat ASEAN resilien di antara wilayah yang lainnya. Pertama, ASEAN didukung oleh permintaan domestik yang kuat, khususnya di bidang konsumsi dan investasi.

“Berdasarkan proyeksi IMF pada Oktober 2023, pertumbuhan ekonomi ASEAN mencapai 5,6 persen pada tahun 2022 diperkirakan sebesar 4,2 persen untuk 2023, naik menjadi 4,5 persen pada 2024,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (24/10).

Kedua, efek limpahan positif semakin meningkat permintaan di negara-negara mitra utama ASEAN, sehingga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan kawasan ini berbagai jalur, termasuk perdagangan, pariwisata, dan arus masuk modal.

Pada kesempatan yang sama, Presiden Direktur UOB Indonesia, Hendra Gunawan, mengatakan sebagai One Bank for ASEAN, UOB berperan sebagai katalis dan penggerak yang mendukung pemerintah, regulator, investor, dan masyarakat luas dalam rangka menciptakan pertumbuhan bagi Indonesia dan ASEAN.

“Bersama dengan komitmen jangka panjang UOB Group di kawasan (ASEAN), kami terus membantu bisnis untuk mencapai potensi yang maksimal dan menavigasi tantangan dengan memberikan solusi yang lebih baik,” paparnya.

Ekonom Senior UOB, Enrico Tanuwidjaja, juga memberikan pemaparan menarik mengenai peluang Indonesia, hingga sentralitas ASEAN dan stabilitas politik yang menjadi kunci utama bagi ASEAN untuk terus maju.

“Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dengan bonus demografi yang paling menjanjikan, Indonesia tetap menjadi pintu gerbang strategis untuk membuka potensi perekonomian di kawasan,” kata dia.

Pada sesi diskusi panel pertama dengan tema ‘Adding Value to the Commodities Sector’, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Yudo Dwinanda Priaadi, mengungkapkan pihaknya memastikan bahwa ke depan energi listrik di Indonesia akan menggunakan solar panel yang energinya akan berasal dari matahari.

“Ke depannya kita perlu new energy yang affordable yang bisa kita dapatkan di sini. Kita fokuskan kepada energi nuklir, hidrogen dan amonia. Kita akan lakukan ke sana ke depan, di 2060 energi kita ke depannya akan ke solar dari matahari,” kata dia.

Meski energi baru, menurutnya energi ini juga harus bisa terjangkau, terutama dari sisi harga, bagi masyarakat.

Sementara itu, General Manager Great Wall Motor Thailand, Michael Chong, menyebutkan pihaknya sebagai pemain di pabrik mobil listrik dan baterai mobil listrik (EV) melihat ASEAN menjadi pasar yang sangat strategis didukung dengan demografi yang luas dan pasar yang menjanjikan.

“Maka dari itu kita memiliki investasi yang sangat kuat di kawasan ASEAN. Untuk pengembangan kita di sini sebenarnya kita masuk ke kawasan ASEAN pada tahun 2020, dengan mengakuisisi salah satu pabrik yang ada di Thailand,” jelasnya.

Pada panel diskusi sesi 2 dengan tema ‘Unleashing the Digital Economy’, para pembicara membahas terkait urgensi adaptasi terhadap kemajuan digital dalam pemanfaatan perekonomian nasional.

Asisten Gubernur, Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dicky Kartikoyono, mencatat inovasi QRIS membantu kalangan UMKM yang lebih berdaya melakukan pemanfaatan teknologi berbasis digital.

“QRIS adalah instrumen yang menyediakan high frequency low value, maksudnya transaksi jumlahnya banyak, angka transaksinya banyak, 81 persen atau sekitar 1 miliar transaksi. Ini untuk UMKM,” ungkapnya.

Yang menarik, dia menambahkan, QRIS tercatat telah dijalankan di Thailand dan Malaysia. Ke depannya, Dicky mengungkapkan QRIS juga akan mulai dapat digunakan di China, India dan Jepang.

Di sisi lain, Direktur Channels and Strategic Partnerships Google Cloud South East Asia, Megawaty Khie, menyampaikan bahwa Indonesia merupakan salah satu pasar terbesar untuk Google Cloud. Lebih dari setengah pendapatan platform penyedia layanan cloud computing tersebut di Asia Tenggara, datang dari Indonesia.

“Jika dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, Thailand, digabungkan masih lebih kecil dari Indonesia,” katanya.

Dia menjelaskan bahwa permintaan atas layanan cloud di Indonesia makin besar seiring dengan peningkatan kepercayaan perusahaan dan individu atas keandalan dan keamanan data yang mereka simpan di cloud. Meski demikian, ada kendala implementasi cloud di dalam negeri, yakni terkait izin yang penggunaan dari pemerintah.

President of Financial Technology GoTo, Hans Patuwo, mengungkapkan peluang ekonomi digital Indonesia juga semakin meningkat berkat eksistensi super app ojek online dan e-commerce yang menciptakan arus ekonomi baru melalui digitalisasi.

“Satu pelajaran yang dapat dipetik adalah, walaupun perkembangan transformasi digital sudah melaju pesat di Indonesia, jika dibandingkan dengan negara lain dengan penetrasi digital yang sudah tinggi seperti China, kita (Indonesia) masih harus menempuh jalan yang panjang,” kata Hans.

Menanggapi diskusi yang berkembang, Wholesale Banking Director UOB Indonesia, Harapman Kasan, menyebutkan dengan semua potensi yang ada di Indonesia dan ASEAN, UOB akan terus mendorong masuknya investasi asing ke Indonesia.

Untuk mendukung potensi tersebut, semua pihak perlu memanfaatkan digitalisasi demi membuka sektor bisnis baru dan mendorong pertumbuhan perekonomian. Di samping itu, diperlukan juga kolaborasi dari wilayah ASEAN dan Asia.

“Memanfaatkan kemitraan yang berkelanjutan antara pemerintah, industri, dan para pemimpin bisnis, kami percaya kompetisi, misi, dan keahlian ini akan terus menjadi kekuatan pendorong bagi perekonomian global,” tutur Harapman.

Deputy Chairman and CEO UOB, Wee Ee Cheong, menegaskan UOB memiliki komitmen besar terhadap perkembangan kawasan ini. Ia menyebutkan ada tiga penghubung yang mampu mendorong pertumbuhan berkelanjutan di ASEAN.

Pertama, kebijakan pemerintah yang mampu memfasilitasi bisnis lintas negara. Kedua, Jaringan digital yang memfasilitasi pertumbuhan perdagangan. Ketiga, industri yang mendukung ekonomi global yang berkelanjutan.

“Bagi UOB, tujuan kami adalah berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi ASEAN yang berkelanjutan,” ungkap Wee Ee Cheong.

Pengembangan industri hilir dan transisi menuju perekonomian hijau di Indonesia juga menjadi kunci untuk mendorong pertumbuhan dan menciptakan peluang.

Strategi ini akan membantu meningkatkan nilai tambah perekonomian nasional, mendukung tujuan-tujuan terkait pelestarian lingkungan, serta menciptakan lapangan kerja untuk pertumbuhan jangka panjang.

Sumber: CNN

Translate