Home » Perdagangan Indonesia-Tiongkok harus membaik
Asia Berita China Ekonomi Indonesia

Perdagangan Indonesia-Tiongkok harus membaik


JAKARTA, KOMPAS — Hubungan dagang Indonesia-China sudah terjalin baik dalam waktu yang cukup lama. Meski terus berkembang, hubungan keduanya diharapkan tidak berhenti sebatas jual-beli, tetapi diharapkan menjadi kerja sama yang memberikan dampak lebih, salah satunya dengan menarik investasi di bidang bernilai tambah, seperti manufaktur.

Wakil Ketua Bidang Investasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Kevin Wu menjelaskan, hubungan dagang yang baik antara China dan Indonesia perlu ditingkatkan. Untuk itu, jembatan perdagangan perlu rutin dibangun, salah satunya dengan menggelar acara yang dapat mempertemukan pengusaha dari kedua negara.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, China menjadi negara dengan nilai transaksi perdagangan yang terbesar bagi Indonesia, yaitu 133 milliar dollar AS pada 2022. Angka ini naik pesat dari nilai perdagangan tahun 2018 yang sebesar 72 milliar dollar AS.

Di sektor investasi, China pun berada di posisi tiga besar bersama dengan Singapura dan Hong Kong sebagai negara dengan tingkat penanaman modal asing (foreign direct investment/FDI) terbesar di Indonesia.

”Pengusaha di Kadin sudah ekspansi ke China, tetapi masih perlu ditingkatkan karena masih ada peluang-peluang yang bisa dimanfaatkan,” ucapnya dalam acara penjajakan kerja sama yang diselenggarakan Kadin dan China Council for the Promotion of International Trade (CCPIT), di Jakarta, Rabu (29/3/2023).

Hubungan antarkedua negara harus dibangun dengan asas kebermanfaatan bersama, khususnya agar Indonesia tidak hanya menjadi konsumen produk dari China. Indonesia perlu menangkap peluang kerja sama agar juga bisa menjadi produsen. Hal ini dapat dilakukan dengan kerja sama, terutama di sektor manufaktur.

Meski terus tumbuh, masih ada tantangan yang perlu diselesaikan, salah satunya adalah birokrasi perizinan investasi. Proses pengajuan izin masih perlu dibenahi, khususnya mengenai tumpang tindih antara izin dari pusat dan daerah.

”Namun, secara umum, pengusaha China sudah menilai baik iklim investasi di Indonesia,” ujarnya.

Membangun manufaktur

Investasi di bidang manufaktur dinilai menjadi salah satu pendorong kemajuan ekonomi suatu negara. Anggota Kadin Indonesia Komite Tiongkok (KIKT), Rahmad Widjaja Sakti, menjelaskan, industri manufaktur China terkenal maju dan menguasai rantai pasok berbagai produk di dunia.

Berkaca pada hal tersebut, Indonesia memerlukan investasi dari China untuk memajukan sektor manufakturnya. Peluang investasi manufaktur terbuka lebar karena Indonesia sedang membangun kapasitas produksi dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan impor barang dan jasa.

Pemerintah Indonesia sendiri setiap tahunnya rata-rata menganggarkan sekitar Rp 500 triliun atau sekitar 280 milliar yuan untuk pengadaan barang dan jasa. Angka ini diharapkan menjadi daya tarik investasi manufaktur masuk ke Indonesia.

Dengan hal tersebut, diharapkan hubungan dagang keduanya tidak hanya sekedar jual-beli saja, tetapi agar China memberi nilai tambah lebih dengan membangun pabrik juga di Indonesia.

”Pemerintah Indonesia ingin pengadaan barang dan jasa itu dari dalam negeri, tetapi manufaktur Indonesia belum bisa mencukupinya. Maka dari itu, China bisa masuk dengan joint venture atau investasi di Indonesia. Kesempatan untuk China bangun pabrik di sini,” tuturnya.

Peluang lain yang perlu ditingkatkan adalah di bidang hilirisasi sumber daya alam. Perusahaan induk kendaraan listrik, Indonesian Battery Corporation, disebut sudah sepakat bekerja sama dengan raksasa baterai kendaraan listrik, Contemporary Amperex Technology Limited (CATL). Kesempatan investasi juga bisa datang lewat larangan ekspor konsentrat tembaga dan bauksit yang akan diberlakukan pada Juni 2023.

Selain investasi, pembaruan juga diperlukan di sektor ekspor. Beberapa sektor yang berpotensi tumbuh, antara lain sektor pertanian dan perikanan. Ekspor komoditas sarang burung walet, yang memiliki pasar besar di China, masih dapat tumbuh, tetapi terganjal perizinan masuk yang masih membutuhkan waktu cukup lama.

”Saya dengar memang seperti itu (verifikasi perizinan komoditas) dari kepabeanan China waktunya agak lama. Kami komunikasi terus dengan pemerintah agar hal seperti ini bisa diatasi,” ucapnya.

Director of Convenient and Exhibition CCPIT Xiong Canxing menerangkan, acara penjajakan kerja sama antar pengusaha kedua negara perlu rutin diselenggarakan. Dengan adanya acara seperti ini, pengusaha China dan Indonesia bisa aktif mencari rekanan bisnis dan membuka peluang baru.

”Kegiatan kerja sama bilateral seperti ini perlu dilakukan rutin. September nanti akan ada pameran di JIExpo Jakarta dan semoga pengusaha Indonesia bisa hadir,” katanya.

Sumber: kompas

Translate