Home » Tantangan pemilu perbankan Islami—mengapa?
Asia Berita Bisnis Indonesia

Tantangan pemilu perbankan Islami—mengapa?


TEMPO.COJakarta – Pemilihan umum atau Pemilu disebut sebagai salah satu tantangan bagi perbankan syariah. Apa alasannya?

Head of Shariah Banking Maybank Indonesia, Romy Buchari, mengatakan proyeksi perbankan syariah di 2023 diharapkan meningkat, terutama setelah Covid-19 mereda. Namun, dia menilai, masih ada tantangan yang harus dihadapi.

“Tantangannya itu kita lihat adalah Pemilu sudah dekat,” kata Romy usai acara peluncuran fitur wakaf Allianz Life Indonesia di Jakarta pada Kamis, 30 Maret 2023. 

Romy menyebut, tantangan ini tak ada kaitannya dengan politik identitas. Namun, ada ketidakpastian sehingga pelaku usaha cenderung melihat situasi terlebih dahulu atau wait and see

“Misalnya, investasinya itu akan dilakukan sekarang atau setelah Pemilu? Nah, dari situ juga bisa dilihat demand dari untuk pembiayaan. Bagaimana nanti ekonomi akan bertumbuh dengan investasi-investasi yang dilakukan oleh pelaku bisnis,” papar Romy.

Tak hanya Pemilu, dia menilai ada juga tantangan lain yang dihadapi perbankan syariah, yakni kondisi security perekonomian global. Ada bank-bank besar di Amerika Serikat dan Eropa yang mendapat tantangan atau sedang bermasalah. 

Seperti diketahui, beberapa bank seperti Silicon Valley Bank, Signature Bank, hingga Credit Suisse diterpa masalah beberapa pekan lalu. Menurut Romy, bank tak hanya harus growing, tapi growing secara aman. 

Ditanya soal dampak kolapsnya bank-bank di luar negeri terhadap perbankan di Indonesia, Romy menjawab, “Insya Allah saya rasa tidak (berdampak). Tidak hanya perbankan di syariah, tapi juga perbankan di Indonesia secara umum,” katanya.

Menurut Romy, perbankan Indonesia sudah sangat prudent. Banyak pembiayaan yang dilakukan matching dengan pendanaan-pendanaan yang ada. 

Selain itu, dia mengatakan, support dari pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia (BI) juga membantu memastikan iklim perbankan Indonesia tetap solid. 

Tak hanya itu, Romy menilai perbankan Indonesia sudah banyak belajar dari krisis 1998, 2008, hingga sekarang. “Jadi itu membantu membentengi perbankan kita,” tuturnya.

Sumber: tempo

Translate