Home » Driver klaim aplikasi sombong, krisis ojol!
Asia Berita Indonesia

Driver klaim aplikasi sombong, krisis ojol!


Jakarta, CNBC Indonesia – Profesi sebagai driver ojek online (ojol) sempat booming saat tahun-tahun pertama kemunculan aplikasi transportasi online seperti GoJek dan Grab. Pasalnya, dengan menjadi mitra, pengemudi bisa mengantongi pendapatan Rp 5-10 juta per bulan.

Namun, kenyataannya kini sudah jauh berbeda. Aplikasi online terus melakukan pemotongan upah untuk mitra pengemudi. Pendapatan driver sepanjang 2016-2018 pun turun sampai 50%.

Hal ini diungkap Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia Igun Wicaksono. Menurut dia, hal ini membuat banyak pengemudi akhirnya beralih profesi.

Jika tak ada perubahan dari pihak aplikasi, bukan tak mungkin krisis driver ojol akan terjadi. Igun meramalkan dalam 5 tahun ke depan, krisis pengemudi ojol bakal jadi kenyataan, terutama di kota-kota besar.

Tarif Aplikasi Ojol Naik, Kok Pendapatan Driver Turun?

Pada akhir tahun lalu, tarif ojol resmi dinaikkan. Hal ini berdasar pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 ditetapkan 4 Agustus 2022.

Kendati begitu, mitra driver tak merasakan ‘cipratan’ penambahan pendapatan dari kenaikan tarif itu. Bahkan, pemotongan upah masih terjadi.

Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Taha Syafaril mengatakan pengguna ojol kerap berekspektasi layanan ojol meningkat berkait kenaikan tarif. Namun, itu tak bisa terjadi karena para driver empot-empotan kejar target dan tak dapat upah lebih.

“Tapi mitra tidak bisa melakukan perbaikan layanan karena menerima pendapatan dari tarif yang makin kecil. Sangat banyak saingan dan harus menambah jam kerja,” kata dia saat dihubungi CNBC Indonesia, Jumat (31/3/2023).

Aplikasi Ojol Arogan

“Yang merusak sistem transportasi online adalah aplikasi sendiri. Dengan terus menambah biaya potongan tanpa peduli kesulitan mitra driver,” ia menambahkan.

Jika nantinya krisis driver benar-benar terjadi, Taha mengatakan ini merupakan kesalahan para penyedia platform. Pasalnya, mereka cuma peduli persaingan bisnis tanpa memperhatikan nasib driver.

“Menurut saya, aplikasi sendiri biang keladinya. Sejak meledaknya quota mitra driver, aplikasi jumawa dengan bisnisnya,” ia menuturkan.

“Arogan sekali! Nggak heran kalau mitra driver banyak yang sudah nggak sanggup menjalankan profesinya,” pungkasnya.

Sumber: cnbcindonesia

Translate